Majapahit Tak Hanya Berkuasa di Daratan, Namun Juga Merajai Lautan
Bukanlah Sriwijaya yang berjaya, Majapahit menjadi besar karena kuat di darat dan di laut. Salah satu ketangguhan Majapahit ditemukan pada budaya kebahariannya, melalui Jung Java, kapal raksasa Jawa.
"Keahlian berlayar dan mengembara lautan, didapatkan secara turun-temurun dari para leluhurnya, para penutur bahasa Austronesia," tulis Asyhadi Mufsi Sadzali. Ia merupakan salah satu penulis dalam buku berjudul Inspirasi Majapahit yang terbit pada 2014.
"Fakta ini diperkuat dengan adanya hasil penelitian dari para arkeologi yang memperkirakan orang-orang Austronesia berlayar dari tanah asalnya di kepulauan Formosa, Taiwan, menuju pulau-pulau di Nusantara sekitar 3500 SM," tambahnya.
Keberhasilan dan ketangguhan Jung milik Majapahit tentunya tidak terlepas dari teknik pembuatan kapal yang rumit, tetapi menakjubkan. "Bangsa Austronesia mengembangkan kapal dengan tiang layar berkaki tiga yang dilengkapi cadik sebagai penyeimbang," tulis Bellwood.
Peter Bellwood dalam bukunya berjudul Austronesian Prehistory in Southeast Asia: Homeland, Expansion and Transformation, terbit pada 2004. Ia menjelaskan tentang permulaan penjelajahan bangsa Austronesia ke Asia Tenggara, hingga ke Majapahit.
"Selain dari bentuk kapal, ekspedisi orang-orang Austronesia didukung dengan perbekalan bahan makanan yang tahan lama, menemani mereka selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan berada di tengah lautan, seperti umbi-umbian, jemawut, dan pisang" tambahnya.
Melalui kemampuannya dalam bercocok tanam dan menangkap ikan, mereka mampu beradaptasi cepat dengan kondisi lingkungan barunya. "Orang Austronesia punya kemampuan untuk hidup di dua lingkungan, darat dan laut, maritim dan agraris, mereka juga andal berburu ikan untuk bertahan hidup di laut," ungkapnya.
Pada masa selanjutnya, kebudayaan itu terus dilanjutkan oleh bangsa penerusnya yang berkembang dan menetap di Nusantara. "Mereka menetap di wilayah Jawa yang memiliki kualitas tanah yang subur dan hujan yang turun secara teratur," terang Bellwood.
Tradisi agraris dan maritim sekaligus diturunkan kepada mayoritas masyarakat Majapahit. "Tinggalan arkeologi dan catatan sejarah, membuktikan bahwa pada zaman Majapahit, budaya maritim dan agraris berkembang pesat dan saling berhubungan erat," sambung Asyhadi.
Hasil bumi yang lahir dari keterampilan agraria luar biasa masyarakatnya, menjadi komoditas yang diperdagangkan dalam perniagaan internasional. "Lada, pala, kayu manis, dan padi, diperdagangkan ke berbagai pulau melalui kapal-kapalnya yang kuat dan tangguh," jelasnya.
Tak sedikit wilayah di luar nagari yang ditempuh oleh Jung Majapahit, seperti Campa, Khmer, Ayuthia, Cina, bahkan Decima di Jepang. "Perniagaan yang dilakukan tidak sekadar urusan bisnis atau ekonomi saja, melainkan adanya penyebaran pengaruh kebudayaan," lanjut Asyhadi.
Beberapa temuan arkeologi di Trowulan, Jawa Timur, seperti makam-makam muslim yang berasal dari abad ke-14 hingga 15 M, ditemukan disana. "Adanya makam putri Campa berangka tahun 1448 M menunjukan adanya pertukaran budaya antara Majapahit dengan Campa," imbuhnya.
Tom Pires mencatat, "kebesaran Majapahit sudah beredar di kalangan masyarakat luas kala itu. Mereka menguasai seluruh Jawa dan meluas hingga Maluku, serta menaungi beberapa kerajaan besar di wilayah Barat dan Utara, berkat ketangguhan maritimnya dan penaklukan kota-kota pelabuhan," kutip Asyhadi.
Untuk mengenang kejayaan Majapahit, masyarakat Madura yang terbiasa menciptakan kapal, berupaya membuat replika Jung Java atau kapal raksasa Jawa milik Majapahit. Pembuatannya dimulai dengan upacara dan tradisi makabin lenggi.
"Upacara makabin lenggi adalah ritual lokal untuk menyambung lunas kapal dengan ujung buritan dan haluan, sehingga menjadi satu bagian utuh," pungkasnya.
Melalui serangkaian ritual ini, kapal yang diberi nama 'Spirit of Majapahit' mulai berlayar dari Sumenep, Madura menuju Pelabuhan Marina, Batavia-Jakarta pada 10 Juni 2009. Kemudian, pada 4 Juli 2010, kapal ini dilepas kembali mengarungi lautan lepas, menuju ke Brunei, Filipina, hingga ke Jepang.
No comments: