Ads Top

Penemuan Ekor Spinosaurus Buktikan Bahwa Ia Dinosaurus Perenang Pertama


Di ujung lorong yang remang-remang di Université Hassan II Casablanca, terdapat ruangan berdebu yang menyimpan seperangkat fosil luar biasa—tulang-tulang yang menimbulkan pertanyaan mendasar tentang Spinosaurus asgyptiacus, salah satu dinosaurus teraneh yang pernah ditemukan.

Lebih panjang dari Tyrannosaurus rex dewasa, predator tujuh ton ini memiliki ekor besar di bagian belakang tubuhnya. Juga sebuah moncong panjang seperti rahang buaya dengan gigi berbentuk kerucut. Selama beberapa dekade, rekonstruksi tubuh besarnya berakhir dengan ekor panjang dan menyempit seperti sepupu theropoda-nya.

Namun, menurut Michael Greshko, jurnalis National Geographic, sisa-sisa tubuh Spinosaurus berwarna merah kecokelatan yang ia lihat secara langsung, mengubah gambar tersebut.  Tulang-tulang itu membentuk ekor lengkap yang pertama kali ditemukan untuk Spinosaurus. Itu sangat besar--perlu lima meja untuk menopang berat dan panjangnya. “Seperti dayung tulang raksasa,” ungkap Greshko dalam tulisannya di laman National Geographic.

Dipublikasikan pada Rabu (29/4) di jurnal Nature, ekor tersebut merupakan adaptasi akuatik paling ekstrem yang pernah ada pada dinosaurus besar. Penemuannya di Maroko meluaskan pemahaman kita tentang bagaimana salah satu kelompok hewan darat paling dominan bertahan hidup.

Strut halus hampir dua kaki menonjol dari banyak tulang belakang yang membentuk ekor, memberikan profil seperti dayung. Di ujung ekornya, tulang yang menonjol praktis menghilang—membiarkan ujung ekor yang berombak mendorong hewan tersebut melewati air. Adaptasi tersebut mungkin membantu Spinosaurus bergerak melalui ekosistem sungai yang luas yang menjadi rumahnya. Atau bahkan mengejar ikan besar yang akan dimangsa.

“Pada dasarnya, ini adalah dinosaurus yang mencoba membuat buntut ikan,” kata Nizar Ibrahim, National Geographic Emerging Explorer sekaligus peneliti utama yang memeriksa fosil tersebut.

Struktur tulangnya—dilihat dari pemodelan robot mutakhir terhadap gerakan ekor—menambah bukti segar dan meyakinkan mengenai argumen yang sudah berkecamuk selama bertahun-tahun di kalangan ahli paleontologi: Berapa waktu yang dihabiskan Spinosaurus untuk berenang dan seberapa dekat sebenarnya predator ini dengan kehidupan air?

Pada 2014, penelitian yang dipimpin oleh Ibrahim, menyatakan bahwa predator tersebut merupakan dinosaurus semiakuatik pertama yang dikonfirmasi—sebuah hipotesis yang kemudian mendapat tekanan balik dari rekan sejawatnya yang mempertanyakan apakah fosil yang Ibrahim pelajari benar-benar Spinosaurus.

Pada masa Spinosaurus, sekitar 95 hingga 100 juta tahun lalu di periode Cretaceous, beberapa kelompok reptil telah berevolusi untuk hidup di lingkungan laut, misalnya seperti ichtyosaurus dan plesiosaurus. Namun, monster laut era dinosaurus tersebut berada di cabang yang berbeda pada pohon keluarga reptil. Sementara dinosaurus sejati seperti Spinosaurus telah lama diyakini sebagai penghuni daratan.

Kini, dengan adanya bukti dari ekor yang telah dianalisis, terdapat fakta kuat bahwa Spinosaurus tidak hanya bermain-main di pinggir pantai, tapi juga mampu bergerak secara penuh di perairan. Secara kolektif, penemuan terbaru ini menyatakan bahwa raksasa Spinosaurus menghabiskan banyak waktu di bawah laut, kemungkinan memburu mangsanya seperti buaya besar.

“Ekornya menunjukkan hal yang jelas, dinosaurus ini benar-benar berenang,” ujar Samir Zouhri, ahli paleontologi di Université Hassan II yang terlibat dalam penelitian.

Ilmuwan lain yang telah mengevaluasi studi tersebut setuju bahwa  ekor ini memperkuat fakta bahwa Spinosaurus adalah hewan semiakuatik.

“Ini sedikit mengejutkan. Spinosaurus bahkan lebih aneh dari yang kita duga sebelumnya,” kata Tom Holtz, ahli paleontologi dari University of Maryland yang tidak terlibat dalam penelitian.

Verrtebra keempat dari pangkal ekor Spinosaurus, salah satu vertebra paling lengkap yang ditemukan tim peneliti.

Tulang dan bom

Kisah tentang Spinosaurus dan ekornya yang tidak biasa merupakan petualangan yang bermula dari museum-museum Jerman yang dibom sampai temuan di Maroko, tepian Gurun Sahara.

Sisa-sisa hewan kuno ini pertama kali ditemukan pada lebih dari satu abad lalu, berkat ahli paleontologi dan bangsawan Bavaria, Ernst Freiherr Stromer von Reichenbach. Dari 1910 hingga 1914, Stromer melaksanakan serangkaian ekspedisi ke Mesir yang menghasilkan puluhan fosil—termasuk yang ia beri nama Spinosaurus aegyptiacus. Pada publikasi deskripsi pertamanya, Stromer kesulitan menjelaskan anatomi makhluk tersebut. Ia berspekulasi bahwa keanehan fosil tersebut “berbicara tentang spesialisasi tertentu”. Stromer membayangkan hewan itu berdiri di atas kaki belakangnya yang tidak seimbang seperti T. rex dan punggungnya dipenuhi duri. Ketika fosil dipamerkan di Paleontological Museum Munich, itu berhasil membuat Stromer terkenal.

Selama Perang Dunia II, pemboman yang dilakukan Sekutu mendorong Stromer—yang kerap mengkritik rezim Nazi—untuk memohon kepada direktur museum agar memindahkan fosilnya ke tempat yang aman. Direktur Nazi menolak dan bom menghancurkan fosil pada 1944. Hanya gambar-gambar, foto, dan deskripsi pada artikel jurnal yang tersisa untuk membuktikan bahwa fosil Spinosaurus temuan Stromer pernah eksis.

Pada dekade-dekade berikutnya, Spinosaurus kembali menarik perhatian ketika generasi paleontologis menemukan lebih banyak kerabat dekatnya di seluruh dunia—mulai dari Brasil hingga Thailand--dan kemudian mencoba memahami bagaimana mereka hidup.

Ditemukan di empat benua, "spinosaurid" tambahan ini hampir pasti memakan ikan--berdasarkan anatomi tengkorak, struktur gigi dan, serta sisik ikan yang ditemukan terawetkan pada tulang rusuknya.

Sisa-sisa hewan kuno ini pertama kali ditemukan pada lebih dari satu abad lalu, berkat ahli paleontologi dan bangsawan Bavaria, Ernst Freiherr Stromer von Reichenbach. Dari 1910 hingga 1914, Stromer melaksanakan serangkaian ekspedisi ke Mesir yang menghasilkan puluhan fosil—termasuk yang ia beri nama Spinosaurus aegyptiacus. Pada publikasi deskripsi pertamanya, Stromer kesulitan menjelaskan anatomi makhluk tersebut. Ia berspekulasi bahwa keanehan fosil tersebut “berbicara tentang spesialisasi tertentu”. Stromer membayangkan hewan itu berdiri di atas kaki belakangnya yang tidak seimbang seperti T. rex dan punggungnya dipenuhi duri. Ketika fosil dipamerkan di Paleontological Museum Munich, itu berhasil membuat Stromer terkenal.

Selama Perang Dunia II, pemboman yang dilakukan Sekutu mendorong Stromer—yang kerap mengkritik rezim Nazi—untuk memohon kepada direktur museum agar memindahkan fosilnya ke tempat yang aman. Direktur Nazi menolak dan bom menghancurkan fosil pada 1944. Hanya gambar-gambar, foto, dan deskripsi pada artikel jurnal yang tersisa untuk membuktikan bahwa fosil Spinosaurus temuan Stromer pernah eksis.

Ketika Stromer mencoba merekonstruksi Spinosaurus pada 1930-an, ia merincinya dengan dinosaurus theropoda lainnya.Jason Treat, Mesa Schumacher
Ketika Stromer mencoba merekonstruksi Spinosaurus pada 1930-an, ia merincinya dengan dinosaurus theropoda lainnya.
Pada dekade-dekade berikutnya, Spinosaurus kembali menarik perhatian ketika generasi paleontologis menemukan lebih banyak kerabat dekatnya di seluruh dunia—mulai dari Brasil hingga Thailand--dan kemudian mencoba memahami bagaimana mereka hidup.

Ditemukan di empat benua, "spinosaurid" tambahan ini hampir pasti memakan ikan--berdasarkan anatomi tengkorak, struktur gigi dan, serta sisik ikan yang ditemukan terawetkan pada tulang rusuknya.


Pada awal abad ke-20, ahli paleontologi bermain-main dengan gagasan mengenai dinosaurus akuatik. Termasuk tentang kesimpulan bahwa dinosaurus pemakan tumbuhan besar hidup di laguna untuk membantu mendukung berat badan mereka yang sangat besar. Namun, penelitian anatomi selama beberapa dekade menunjukkan bahwa donosaurus berbagai bentuk dan ukuran, bahkan yang paling raksasa, bertahan hidup di daratan. Anatomi kaki belakang spinosaurid lainnya juga menyatakan bahwa mereka berjalan di darat.

Tanpa adanya kerangka Spinosaurus baru untuk diteliti, spesies tersebut ditakdirkan untuk ambigu.

Hilang dan ditemukan

Kejelasan baru hadir beberapa tahun setelahnya dari Maroko tenggara, di mana ribuan penambang lokal yang telah mengeksplor wilayah tersebut menemukan fosil yang terkubur ratusan juta tahun dalam sejarah Bumi. Berharap dapat menemukan sisa-sisa dinosaurus, beberapa penggali memfokuskan energinya pada Kem Kem beds, formasi batu pasir berusia 95 hingga 100 juta tahun yang membentang 200 mil dari timur Marrakesh hingga 150 mil ke arah barat daya.

Batuan tersebut menyimpan jejak dari apa yang dulunya merupakan sistem sungai luas di mana ikan-ikan seukuran mobil pernah berenang.

Ketika para penambang menemukan fosil, biasanya mereka akan menjual tulang-tulang tersebut di situs penjualan atau kepada eksportir. Industri penambangan fosil ini memberikan pemasukan vital bagi ribuan orang di wilayah tersebut, meskipun mereka beroperasi di wilayah abu-abu antara legal dan beretika. Para penambang menggali setahun penuh dan yakin bahwa mereka akan menemukan spesimen yang sangat berharga dibanding para akademisi yang hanya menggali satu kali dalam beberapa minggu atau tahun.

Ini membuat para ahli paleontologi akhirnya mencoba mengenal para penambang lokal dan secara rutin mengecek hasil penemuan mereka. Asisten profesor di University of Detroit Mercy, Ibrahim, yang merupakan keturunan Jerman dan Maroko, berkelana dari desa ke desa saat mengunjungi Maroko. Ia berdiskusi mengenai penemuan terakhir warga lokal sambil menyesap teh mint yang segar.

Pada salah satu kunjungannya ke Erfoud pada 2008, Ibrahim—yang kala itu spesialis Kem Kem beds—bertemu dengan seorang pria yang menemukan tulang Spinosaurus. Pertemuan itu seperti takdir. Ibrahim sendiri sudah menyukai Spinosaurus sejak ia tumbuh di Berlin.

Rekan peneliti Ibrahim di Natural History Museum of Milan kemudian memberitahunya tentang lebih banyak tulang-tulang di Italia dan membantu mengamankannya ke Maroko. Perjalanan kedua yang dilakukan Ibrahim, Zouhri, dan ahli paleontologi dari University of Portsmouth, David Martill, pada 2013, membawa mereka ke singkapan Kem Kem di mana fosil tersebut berasal. Tim ini pun mulai lebih banyak menemukan fragmen tulang.

Ibrahim menggunakan fosil-fosil segar tersebut beserta artikel Stromer untuk merekonstruksi Spinosaurus. Hasil kerjanya, yang dipublikasikan pada Science di 2014, menyatakan fosil Maroko sebagai pengganti dari fosil asli Mesir yang hilang pada peristiwa pemboman Perang Dunia II. Rekonstruksi mereka menunjukkan bahwa makhluk tersebut berukuran 50 kaki ketika sudah tumbuh sempurna, lebih panjang dari T.rex dewasa.

Studi tersebut juga mengungkapkan bahwa Spinosaurus memiliki tubuh yang ramping, bagian belakang yang besar, tengkorak berbentuk seperti buaya pemakan ikan, dan tulang berdinding tebal mirip dengan yang ada di penguin dan manatee—fitur-fitur yang mengacu pada semacam gaya hidup semiakuatik.

Studi ini membuat ahli paleontologi terpolarisasi. Beberapa memberikan reaksi positif, diyakinkan dengan data terbaru dari tulang berdinding tebal Spinosaurus. “Itu benar-benar meyakinkan saya,” ujar Lindsay Zanno, paleontologis di North Carolina Museum of Natural Science yang tidak menjadi bagian dari tim penelitian Ibrahim.

“Tulang memiliki memori,” ia menambahkan, menegaskan bahwa struktur mikro tulang terlihat berbeda pada hewan darat, hewan terbang, atau hewan yang menghabiskan sebagian besar waktunya di air.

Bagi ahli paleontologi lain, bagaimana pun juga, bukti yang dpresentasikan pada 2014 tidak membuktikan kasus Spinosaurus aktif berenang. Para peneliti tersebut berpikir bahwa Spinosaurus, seperti spinosaurid lainnya, paling memakan ikan dengan mengunjungi perairan dangkal seperti beruang.




 

No comments:

Powered by Blogger.