Ads Top


  Sebuah karya atau ciptaan apa pun, dalam bentuk apa pun, lukisan, novel, puisi, film, selalu berawal dari refleksi manusia terhadap lingkungan sekitarnya. Meski bersifat fiktif, khayali, virtual dan tidak nyata, tidak salah jika film Avatar menjadi sebuah refleksi bagi siapa saja yang menontonnya. Avatar adalah tubuh dalam bentuk lain yang telah dikloning sedemikian rupa. Avatar terkoneksi dengan alam pikiran manusia. Film ini berkisah tentang kehidupan yang masih murni, kehidupan makhluk lain dalam dunia yang disebut Pandora. Di sana hidup suku Na’vi yang menyembah Eywa seperti manusia di zaman pagan menyembah pohon-pohon besar. Mereka menyatu dengan alam. Dunia itu kacau ketika manusia mulai berdatangan untuk mencari Unobtanium (semacam uranium) dan mulai meratakan hutan serta menjajah penduduk setempat demi menggali unobtanium di dalam tanah. Jake Sully, seorang cacat, kakinya lumpuh , terpilih untuk agen idn sport ini. Ia bersama Grace, seorang ahli botani, masuk ke dalam avatar, hidup bersama suku Na’vi, mengajari penduduk setempat berbahasa Inggris sekaligus mengajari bermain slot pulsa tanpa potongan. Namun, di balik misi itu tersembunyi hasrat manusia untuk menguasai dan menjarah unobtanium tanpa menghiraukan kesejahteraan dan ketenangan penduduk setempat. Jake Sully dan Grace berbicara sebagaimana suku Na’vi bicara, berpikir sebagaimana mereka berpikir. Demikianlah modal utama dalam beradaptasi dengan kehidupan baru. Dalam waktu tiga bulan Jake Sully telah menjadi bagian dari putra Omaticaya, saudara sedarah bagi penduduk Na’vi. Dalam menjalankan misi,

 ia mengalami banyak hal, salah satunya adalah kesadaran untuk saling memiliki, menjaga dan menghargai, misi pun berubah. Ia tidak lagi bekerja untuk perusahaan besar yang mencari ubtanium, tapi membela dan menyatukan sukusuku yang tertindas. Cerminan sejarah manusia Film Avatar tidak hanya menceritakan bagaimana penjajahan terjadi, tapi juga bercerita tentang bagaimana sesungguhnya makhluk hidup harus menyatu dengan alam disertai rasa toleransi, dan bukannya melakukan perusakan demi kepentingan kelompok tertentu. Yang dijajah akan terjajah, baik secara pemikiran, ekonomi, maupun materi. Sebagaimana yang terjadi pada akhir film.



  Ras manusia akhirnya harus kalah dan pulang dengan tangan kosong. Secanggih apapun alat yang dibawanya dari bumi untuk menguasai, tetap saja tidak kuasa melawan makhluk-makhluk yang menyatu dengan alam. Makhluk-makhluk asing itu menang dalam sebuah peperangan. Tapi kemenangan itu tidak lepas dari pengaruh manusia, Jake Sully, Grace dan kawan-kawan yang bahu membahu membantu penduduk setempat untuk melakukan perlawanan. Kondisi ini menyerupai sejarah bangsa-bangsa di bumi. Selalu ada pihak-pihak asing yang memberikan bantuan untuk merdeka, baik secara moril maupun mental. Di sisi lain, film ini seolah hanya berkisah tentang kebenaran melawan kejahatan, terlalu hitam putih. Tak ada tokoh abu-abu, semacam sosok yang hidup di antara hitam putih tersebut, sosok penengah semacam Gunawan Wibisono, adik Rahwana, dalam kisah Ramayana. Pertarungan antara baik dan buruk dibiarkan begitu saja bertubrukan sesuai skenario. Dan peradaban suku Na’vi demikian terbelakang, tak ada kemajuan dari segi pemikian maupun ekonomi, seolah peradaban mereka adalah peradaban yang statis, diam di tempat, monoton, dan terbelakang. Hal ini berbeda dengan kondisi manusia dengan kemajuan peradabannya yang cepat berubah-ubah.

 Selain itu, Film ini tidak mengisahkan kenapa ras manusia bisa berada di Pandora, mereka hanya sekonyong-konyong ada di sana mencari ubtonium tanpa menceritakan bagaimana manusia menemukan kehidupan lain di luar bumi. Dunia ideal Di Pandora, makhluk-makhluk hidup berdampingan satu sama lain. Di balik kebuasan binatang ternyata tercermin rasa kasih sayang, bukan sekadar survival semata. Ada ikatan antara tumbuhan, binatang dan manusia, suku Na’vi menyebutnya sebagai Sa’helu. Sehingga keseimbangan alam terjalin. Segalanya saling berkomunikasi membentuk suatu jaringan yang luas, Grace menyebutnya sebagai “jaringan yang lebih rumit dari otak manusia”. Bagi suku Na’vi, alam tidak boleh dieksploitasi demi kepentingan apa pun. Justru mereka mesti hidup berdampingan menjalin komunikasi gaib yang terhubung antara satu sama lain. Suku Na’vi tidak segan-segan membunuh orang asing, seperti ketika Naytiri, putri kepala suku hendak memanah Jake Sully dari atas dahan pohon raksasa. Namun, ada yang terbang berbentuk seperti ubur-ubur, mereka menyebutnya benih pohon suci, hinggap di ujung anak panah Naytiri. Naytiri pun batal melepaskan anak panah ke jantung Jake Sully. Sebab katanya, benih pohon suci tersebut berkomunikasi dengannya menandakan bahwa Jake Sully memiliki jiwa yang murni seperti bayi. Contoh lain bagaimana komunikasi itu terjalin adalah ketika Naytiri memanah binatang menyerupai anjing, ia berdoa agar ruh binatang tersebut kembali menyatu dengan Eywa. Lalu, saat Grace sekarat dan diobati oleh dukun setempat. Segala makhluk saling merespon antar satu sama lain, antara Turuk Makto (burung legendaris) dengan Jake Sully, hingga makhluk hidup dan alam menjadi satu kesatuan yang padu dan hidup selaras. Hal ini tidak lagi ditemukan oleh manusia dalam film Avatar, sebab bumi telah sekarat memaksa ras manusia untuk menjadikan planet lain sebagai koloni baru.


Yang menarik adalah ketika penduduk setempat menerima Jake Sully dan Grace karena memiliki jiwa yang tulus dan murni. Penduduk sipil tidak serta merta menerima pendatang, mereka mengikuti perintah alam yang berbisik pada pendengaran mereka. Istilah “I see you” dalam film, bukan sekadar melihat bagian fisik saja, tapi juga melihat kedalaman pikiran dan batin. Lalu penerimaan antar satu sama lain pun terjadi. Demikianlah kehidupan di Pandora. Barangkali film Avatar mengingatkan kita bahwa surga tidak hanya ada setelah mati, tapi surga juga dapat diciptakan ketika mahkluk dan alam hidup berdampingan, saling berinteraksi satu sama lain dengan caranya masing-masing, dan tidak melakukan perusakan, tidak ada eksploitasi, tanpa perlu ada peperangan maupun hasrat apa saja untuk saling menguasai.

No comments:

Powered by Blogger.