Ads Top

Fosil Tinja Berusia 6.800 Tahun Ungkap Jenis Tumbuhan yang Dimakan Moa


Sekelompok ahli paleontologi berhasil mengetahui jenis tumbuhan yang biasa dimakan salah satu spesies moa, burung legendaris yang telah punah. Mereka menemukan hal tersebut setelah memeriksa koprolit atau fosil tinja berusia 6.800 hingga 4.600 tahun yang dikaitkan dengan moa semak kecil yang bernama latin Anomalopteryx didiformis itu.

Hasil penelitian terbaru ini mendukung hipotesis yang ada selama ini bahwa spesies moa tersebut biasa hidup menelusuri pohon-pohon dan semak-semak di hutan. Temuan dari riset ini memberikan bukti baru bahwa pakis juga merupakan bagian penting dari makanan moa tersebut.

Sebagian besar dari apa yang para ilmuwan saat ini ketahui tentang pola makan moa Selandia Baru yang telah punah sangat bias terhadap hanya tiga spesies, yakni Dinornis robustus, Megalapteryx didinus, dan Pachyornis elephantopus. Ketiga spesies tersebut mewakili sekitar 90% dari semua sampel koprolit dan konten empedal atau kantong perut moa-moa yang teridentifikasi. Namun, menu makanan dari enam spesies moa lainnya kurang diketahui.

Koprolit moa dan isi empedal atau ampela itu dapat dibedah dan dianalisis di bawah mikroskop atau menggunakan teknik identifikasi DNA untuk menguraikan apa yang dimakan burung legendaris tersebut. Isinya juga dapat disaring untuk melihat benih-benih apa yang mungkin telah disebarkan oleh unggas tersebut.

Deposit langka koprolit moa berusia 6.800 hingga 4.600 tahun baru-baru ini ditemukan di Fiordland National Park. Taman nasional tersebut berlokasi di sudut barat daya South Island di Selandia Baru.

“Deposit ini secara ilmiah sangat penting karena merupakan situs paling selatan dari mana koprolit moa telah ditemukan, dengan rentang waktu akumulasi koprolit terlama yang terdokumentasi (2.200 tahun) terawetkan dalam sebuah sedimen di satu tempat,” kata Dr. Jamie Wood, seorang peneliti di Manaaki Whenua — Landcare Research, seperti dilansir Sci-News.com.

“Sampai sekarang, hanya lima koprolit moa semak kecil yang sebelumnya telah teridentifikasi, semuanya dari Central Otago.”


Dengan menggunakan analisis DNA dan data distribusi spesies moa yang diketahui, para ilmuwan mengaitkan deposit tersebut dengan moa semak kecil. Ini adalah spesies moa berukuran kecil hingga sedang yang hidup di hutan dataran rendah berkanopi tertutup di seluruh wilayah Selandia Baru.

Serbuk sari dan DNA tanaman dari koprolit, serta makrofosil tanaman terkait, menunjukkan bahwa deposit tersebut mencakup periode ketika kanopi hutan transisi dari tumbuhan runjung atau konifer (didominasi oleh miro, matai, totara dan toatoa gunung dari keluarga Podocarpaceae) ke dominasi pohon beech perak (Lophozonia menziesii) sekitar 6.800 hingga 4.600 tahun yang lalu.


DNA, serbuk sari, dan fragmen kutikula daun benalu merah (Peraxilla tetrapetala), spesies yang biasanya berasosiasi dengan beech perak, juga ditemukan di koprolit moa semak kecil tersebut.

Daun benalu yang bergizi ini sangat enak dan saat ini juga dicari oleh posum (Trichosurus vulpecula) dan para mamalia penjelajah seperti rusa.

Koprolit moa semak kecil ini mengandung sangat sedikit biji dibandingkan dengan koprolit moa-moa lain yang dianalisis.

“Pengamatan ini menarik karena kontras dengan apa yang kita ketahui tentang spesies-spesies moa lain yang berperan penting menyebarkan benih-benih kecil (berukuran kurang dari 3 milimeter) dari banyak spesies tanaman di kotorannya,” kata Dr. Janet Wilmshurst, peneliti dari Manaaki Whenua — Landcare Research dan University of Auckland.

“Hampir tidak adanya benih di koprolit moa semak kecil menunjukkan bahwa mereka bukan penyebar benih yang penting, dan bahwa mereka mungkin telah menargetkan benih konifer terbesar yang benar-benar hancur di ampela berotot mereka dan dihancurkan daripada disebarkan.”

Laporan studi yang telah diterbitkan di jurnal Quaternary Science Review ini juga memberikan bukti baru yang mencolok bahwa dedaunan pakis tanah merupakan bagian penting dari makanan mereka.

“Meskipun moa semak kecil mungkin bukan penyebar benih yang hebat, berdasarkan temuan kami tentang DNA pakis tanah, sisa-sisa kutikula daun, dan jumlah spora yang tinggi, mereka mungkin telah memainkan peran yang sebelumnya tidak dikenali sebagai penyebar spora pakis tanah di seluruh hutan Selandia Baru,” kata ujar Wood.

No comments:

Powered by Blogger.